Hama tanaman adalah organisme pengganggu
tanaman yang dibudidayakan. Sedangkan penyakit adalah mikro organisme
pengganggu tanaman secara fisiologis pada tanaman yang dibudidayakan.
Hama dan penyakit pada tanaman bawang merah
adalah:
1.
Orong-orong (Gryllotalpa spp.)
Gejala serangan orong-orong ditandai dengan
layunya tanaman, karena akar tanaman dirusak oleh orong-orong.
Bagian tanaman yang
terserang terutama adalah daunnya. Tetapi apabila populasi ulat (larva) sangat
banyak, maka akan menyerang umbi. Ulat yang baru menetas segera akan melubangi
daun bagian ujung, masuk dan makan daging daun bagian dalam, sehingga pada daun
terlihat bercak berwarna putih transparan. Akibatnya daun terkulai dan kering.
Siklus hidup ulat bawang
sekitar 15-18 hari. Ngengat betina (kupu)mulai bertelur pada umur 2-10 hari. Telur
diletakkan berkelompok pada permukaan daun/batang dan tertutup oleh bulu-bulu
atau sisik coklat muda. Tiap kelompok telur: 80 butir. Jumlah telur yang
dihasilkan seekor ngengat betina kurang lebih sekitar 500-600 butir.
Tanaman inang lain selain
bawang merah adalah golongan cabai, kapas dan jagung.
Gejala serangan pada spodoptera yaitu adanya
lubang-lubang pada daun mulai dari tepi daun permukaan atas atau bawah. Sama
seperti ulat bawang, apabila populasi ulat (larva) sangat
banyak, maka akan menyerang umbi. Ulat yang baru menetas segera akan melubangi
daun bagian ujung, masuk dan makan daging daun bagian dalam, sehingga pada daun
terlihat bercak berwarna putih transparan. Akibatnya daun terkulai dan kering.
Tanaman inang spodoptera selain bawang merah antara lain kacang-kacangan, bit, brokoli, cabai, kentang dan sebagainya.
Tanaman inang spodoptera selain bawang merah antara lain kacang-kacangan, bit, brokoli, cabai, kentang dan sebagainya.
Gejala serangannya adalah berupa bintik-bintik
putih akibat tusukan ovipositor dan berupa liang korokan larva yang
berkelok-kelok. Pada keadaan serangan berat, hampir seluruh helaian daun
penuh dengan kelokan, sehingga menjadi kering dan berwarna coklat seperti
terbakar.
Gejala serangan daun berwarna putih
keperak-perakan, pada serangan hebat seluruh tanaman berwarna putih dan
akhirnya tanaman mati. Serangan hebat terjadi pada suhu udara rata-rata di
atas normal dan kelembaban lebih dari 70%.
B.
Penyakit Tanaman Bawang Merah
Patogennya adalah cendawan alternaria porri. Gejala
serangannya adalah pada daun terdapat bercak berwarna kelabu dengan pusat
yang berwarna ungu, melekuk ke dalam dengan lingkaran konsentris, yang semakin
melebar dan semakin menipis. Koloni spora hitam teratur pada
lingkaran-lingkaran.
Kondisi cuaca lembab,mendung,hujan rintik-rintik dengan kelembaban udara mencapai >90& dapat membentuk sporulasi spora disebarkan oleh angin & apabila spora jatuh ke permukaan tanaman inang,akan berkecambah & menginfeksi jaringan tanaman lewat stomata atau luka pada epidermis,penyakit dapat ditularkan melalui udara dan bibit.
Kondisi cuaca lembab,mendung,hujan rintik-rintik dengan kelembaban udara mencapai >90& dapat membentuk sporulasi spora disebarkan oleh angin & apabila spora jatuh ke permukaan tanaman inang,akan berkecambah & menginfeksi jaringan tanaman lewat stomata atau luka pada epidermis,penyakit dapat ditularkan melalui udara dan bibit.
Penyebabnya adalah cendawan colletotrichum
gloeosporioides. Tanaman yang terinfeksi dapat mati secara serentak. Serangan
awal ditandai dengan terlihatnya bercak berwarna putih pada daun. Selanjutnya
terbentuk lekukan kedalam, berlubang dan patah, karena daun terkulai tepat pada
bercak. Infeksi lanjut akan terbentuk spora (koloni konidia) berwarna merah
muda, berubah menjadi coklat muda, tua dan akhirnya kehitam - hitaman. Apabila
kelembaban udara tinggi, terutama dimusim penghujan spora cepat menyebar
dipermukaan tanah & menginfeksi inang disekitarnya.
Spora tersebar dengan bantuan angin dan hujan lebat & apabila jatuh pada tanaman inang, spora akan berkecambah & masuk kebagian epidemis daun.
Spora tersebar dengan bantuan angin dan hujan lebat & apabila jatuh pada tanaman inang, spora akan berkecambah & masuk kebagian epidemis daun.
Penyebabnya adalah cendawan fusarium oxysporum.
Gejala serangannya adalah pada bagian dasar umbi lapis, akibatnya pertumbuhan
akar maupun umbi terganggu. Gejala visualnya adalah daun yang menguning
dan cenderung terpelintir (terputar), tanaman sangat mudah tercabut karena
pertumbuhan akar terganggu bahkan membusuk. Pada dasar umbi terlihat
cendawan berwarna keputih-putihan. Bila serangan berlanjut akan menyebabkan
tanaman mati.
Jamur mampu bertahan hidup
lama didalam tanah & bersifat tular tanah. Selain itu juga ditularkan oleh
air pengairan dari tanah terkontaminasi. Infeksi pada umbi bibit dapat terbawa
& tersebar di lapangan.
Patogennya adalah cendawan cercospora duddiae,
gejalanya adalah bercak klorosis kebanyakan terkumpul pada ujung daun dan
sering tampak terpisah dengan yang menginfeksi pangkal daun, sehingga gejala
visualnya terlihat daun tampak belang-belang.
PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu
konsepsi mengenai pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dengan
pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin untuk mengelola populasi hama
dan penyakit dengan memanfaatkan beragam taktik pengendalian yang kompatibel
dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan. PHT merupakan suatu sistem
pengendalian yang menggunakan pendekatan ekologi, maka pemahaman tentang
biologi dan ekologi hama dan penyakit menjadi sangat penting.
Empat prinsip dasar dalam penerapan PHT yang
berwawasan lingkungan.
1.
Budidaya tanaman sehat
Budidaya tanaman yang sehat dan kuat menjadi
bagian penting dalam program pengendalian hama dan penyakit. Caranya dengan
menjaga kebersihan lahan. Tanaman yang sehat akan mampu bertahan terhadap
serangan hama dan penyakit dan lebih cepat mengatasi kerusakan akibat serangan
hama dan penyakit tersebut. Usaha dalam budidaya tanaman sehat meliputi pemilihan
varietas yang unggul dan tahan hama, menjaga kebersihan lahan, melakukan rotasi
dengan tanaman selain jenis bawang seperti kacang, labu &terong, penyemaian,
pemeliharaan tanaman sampai penanganan hasil panen perlu diperhatikan agar
diperoleh pertanaman yang sehat, kuat dan produktif, serta hasil panen yang
tinggi.
2.
Pemanfaatan musuh alami
Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh
alami yang potensial merupakan tulang punggung PHT. Dengan adanya musuh alami
yang mampu menekan populasi hama, diharapkan di dalam agroekosistem terjadi
keseimbangan populasi antara hama dengan musuh alaminya, sehingga populasi hama
tidak melampaui ambang toleransi tanaman. Misalnya, musuh alami untuk ulat
bawang adalah capung dan kepik.
3.
Pengamatan rutin atau pemantauan
Agroekosistem bersifat dinamis, karena banyak
faktor di dalamnya yang saling mempengaruhi satu sama lain. Untuk dapat
mengikuti perkembangan populasi hama dan musuh alaminya serta untuk mengetahui
kondisi tanaman, harus dilakukan pengamatan secara rutin. Informasi yang
diperoleh digunakan sebagai dasar tindakan yang akan dilakukan. Aplikasi
pestisida yang selektif dan efektif, dilakukan apabila telah ditemukan ulat/10
tanaman atau 5% kerusakan tanaman.
4.
Petani sebagai ahli PHT
Penerapan PHT harus disesuaikan dengan keadaan
ekosistem setempat. Rekomendasi PHT hendaknya dikembangkan oleh petani sendiri.
Agar petani mampu menerapkan PHT, diperlukan usaha pemasyarakatan PHT melalui
pelatihan baik secara formal maupun informal.
Hal-hal yang diperlukan untuk penerapan
PHT
Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah
dikemukakan, maka untuk penerapan PHT diperlukan komponen teknologi, sistem
pemantauan yang tepat, dan petugas atau petani yang terampil dalam penerapan
komponen teknologi PHT.
Namun tak lepas dari itu ada 7 komponen
penting dalam PHT yaitu :
1.
Pengendalian secara fisik (misalnya: mengumpulkan dan
memusnahkan: ngengat, telur ulat yang ditemukan)
2.
Pengendalian secara mekanik (misalnya mencabut
tanaman yang terinfeksi)
3.
Pengendalian secara kultur teknik
4.
Pengendalian secara varietas tahan (contohnya varietas sumenep,
bima, dll)
5.
Pengendalian secara hayati (seperti pemakaian serbuk
biji mimba, daun sirsak, daun papaya, dll)
6.
Pengendalian dengan peraturan/regulasi/karantina
7.
Pengendalian secara kimiawi (pengendalian secara kimiawi dilakukan
sebagai alternatif terakhir, namun dalam penggunaan pestisida kimia juga harus
tepat sasaran, tepat waktu dan tepat dosis).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar