Padi sawah merupakan konsumen pupuk
tersebar di Indonesia, sehingga efisiensi pemupukan berperan penting dalam
meningkatkan pendapatan petani, keberlanjutan sistem produksi, kelestarian
fungsi lingkungan, dan penghematan sumberdaya energi.
Saat ini rekomendasi pemupukan masih
bersifat umum, sehingga pemupukan belum rasional dan belum berimbang. Maka
Kementerian Pertanian sangat perlu untuk menetapkan kembali rekomendasi
pemupukan N, P, dan K pada padi sawah spesifik lokasi. Harapannya, agar
pemupukan dapat efisien dan produksi optimal.
Rekomendasi tersebut dituangkan dalam PERATURAN
MENTERI PERTANIAN NOMOR 40/Permentan/OT.140/4/2007 Tentang Rekomendasi
Pemupukan N, P, dan K pada Padi Sawah Spesifik Lokasi.
Kebutuhan dan efisiensi pemupukan
ditentukan oleh tiga faktor yang saling berkaitan yaitu : (a) ketersediaan hara
dalam tanah, termasuk pasokan melalui air irigasi dan sumber lainnya, (b)
kebutuhan hara tanaman, dan (c) target hasil yang ingin dicapai. Oleh sebab
itu, rekomendasi pemupukan harus bersifat spesifik lokasi dan spesifik
varietas.
Sebenarnya banyak cara dan metode yang
dapat digunakan dalam menentukan rekomendasi pemupukan N, P, dan K. Badan
Litbang Pertanian bekerja sama dengan berbagai lembaga internasional dan
nasional seperti International Rice Research Institute (IRRI), Lembaga Pupuk
Indonesia, dan produsen pupuk telah menghasilkan dan mengembangkan beberapa
metode dan alat bantu peningkatan efisiensi pemupukan N, P, dan K untuk tanaman
padi sawah, antara lain Bagan Warna Daun (BWD) untuk pemupukan N, Petak Omisi
dan Paddy Soil Test Kit (Perangkat Uji Tanah Sawah, PUTS) untuk pemupukan P dan
K.
Pemupukan berimbang yang didasari oleh
konsep “pengelolaan hara spesifik lokasi” (PHSL) adalah salah satu konsep
penetapan rekomendasi pemupukan. Dalam hal ini, pupuk diberikan pupuk diberikan
untuk mencapai tingkat ketersediaan hara yang esensial yang seimbang di dalam
tanah dan optium guna : (a) meningkatkan produktivitas dan mutu hasil tanaman,
(b) meningkatkan efisiensi pemupukan, (c) meningkatkan kesuburan tanah, dan (d)
menghindari pencemaran lingkungan.
Rekomendasi pemupukan dalam Permentan No.
40/Permentan/ OT.140/4/2007 ini menggunakan dua pendekatan yang saling melengkapi,
yaitu :
a. Pertama,
berupa alat yang dapat digunakan secara mandiri oleh penyuluh dari mantri tani
untuk membantu petani dalam menentukan takaran pupuk secara lebih spesifik
lokasi (per hamparan, bahkan dapat sampai per petak sawah). Alat tersebut
adalah Bagan Warna Daun (BWD) untuk penentuan takaran pupuk N, PUTS (Perangkat
Uji Tanah Sawah) atau Pendekatan Petak Omisi untuk menentukan takaran pupuk P
dan K. Petunjuk teknis penggunaannya disajikan pada Bab B.
b. Kedua,
dalam hal tersedia alat bantu pada diktum 8.a di atas, Tabel Rekomendasi
Pemupukan N, P, K per kecamatan dapat digunakan sebagai Acuan dasar dalam
menentukan rekomendasi pemupukan, Tabel ini juga sangat diperlukan untuk
menentukan kebutuhan pupuk per kecamatan.
Rekomendasi pupuk N (urea)
-
Perhitungan kebutuhan pupuk
yang ada di dalam Tabel Acuan Rekomendasi (Lampiran) didasarkan pada tingkat
produktivitas padi sawah. Pada tingkat produktivitas rendah (<5t/ha)
dibutuhkan urea 200 kg/ha. Pada tingkat produktivitas sedang (5-6 t/ha)
dibutuhkan urea 250-300 kg/ha. Sedangkan pada tingkat produktivitas tinggi
(>6 t/ha) dibutuhkan urea 300-400 kg/ha. Pada daerah yang memiliki data
produktivitas padi dengan perlakuan tanpa pemupukan N, kebutuhan pupuk urea
dapat dihitung dengan menggunakan Tabel 1. Misalnya, apabila tanaman padi di
suatu lokasi menghasilkan gabah sebanyak 3 t/ha tanpa pemupukan N, sedangkan
target hasil adalah 6 t/ha, maka tambahan pupuk urea yang diperlukan adalah
sekitar 325 kg tanpa penggunaan BWD dan 250 kg dengan BWD (Tabel 1).
-
Pada tanah dengan pH tinggi
(>7), seperti Vertisols di Jawa Tengah bagian timur, Jawa Timur, Bali, NTB,
dan NTT diperlukan penambahan pupuk ZA sebanyak 100 kg/ha untuk meningkatkan
ketersediaan hara S. Dengan penambahan ZA, takaran urea dapat dikurangi
sebanyak 50 kg/ha.
-
Bagan warna daun memberikan
rekomendasi penggunaan pupuk N berdasarkan tingkat kehijauan warna daun yang
mencerminkan kadar klorofil daun. Makin pucat warna daun, makin rendah skala
BWD, yang berarti makin ketersediaan N di tanah dan makin banyak pupuk N yang
perlu diberikan. Rekomendasi berdasarkan BWD memberikan jumlah dan waktu
pemberian pupuk N yang diperlukan tanaman. Tabel 1 memuat rekomendasi pupuk N
pada tanaman padi sawah berdasarkan target hasil realistis yang ingin dicapai,
penggunaan varietas unggul, dan teknologi budidaya yang digunakan.
Rekomendasi Pupuk P dan K
-
Peta Status Hara P dan K
Tanah Sawah skala 1:250.000 yang telah
dibuat untuk 21 provinsi berguna sebagai arahan kebutuhan dan distribusi
pupuk P dan K tingkat nasional (Tabel 2 dan 3). Sedangkan penetapan rekomendasi
pupuk P dan K di lapangan seyogianya didasarkan pada peta skala 1:50.000 dimana
satu contoh yang dianalisis mewakili areal sekitar 25 ha, setara dengan satu
hamparan pengelolaan kelompok tani. Namun demikian, peta skala operasional ini
baru tersedia untuk delapan kabupaten di jalur pantura Jawa, Bali, Sumatera
Utara, dan Lombok.
-
Rekomendasi P dan K per
kecamatan disusun dengan cara menumpangtindihkan Peta status Hara P dan K skla
1 :50.000 atau 1:250.000 dengan batas adminstratif kecamatan. Oleh karena itu,
data rekomendasi pemupukan P dan K untuk setiap kecamatan kemungkinan belum
sesuai dengan kondisidi lapangan karena dalam skla 1:250.000 setiap contoh
tanah mewakili areal pesawahan sekitar 625 ha. Dengan demikian, rekomendasi
pemupukan P dan K yang lebih tepat perlu menggunakan PUTS atau pendekatan Petak
omisi.
-
Status P dan K tanah
dikelompokkan menjadi tiga kelas, yaitu rendah sedang, dan tinggi. Dari
masing-masing kelas status P dan K tanah sawah telah dibuatkan
rekomendasipemupukan P (dalam bentukSP36) dan K (dalam bentuk KCI). Tabel 4 dan
5 memuat rekomendasi umum pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah.
Tabel 6 memuat perhitungan penggunaan pupuk NPK majemuk sesuai dengan status
hara tanah.
-
Perangkat Uji Tanah Sawah
merupakan suatu perangkat untuk mengukur pH dan status hara P dan K tanah yang
dapat dikerjakan secara langsung di lapangan dengan relatif cepat, mudah, dan
murah. Petak Omisi (Omissiopn Plot) dapat digunakan untuk menentukan takaran
pupuk P dan K spesifik lokasi mengikuti Petunjuk Teknis (Bab B).
-
Penggunaan bahan organik,
baik berupa kompos dari jerami padi maupun pupuk kandang, sangat besar
peranannya dalam meningkatkan efisiensi pemupukan. Karena itu, rekomendasi
pemupukan disusun berdasarkan ada tidaknya pemberian kompos dari jerami atau
pupuk kandang, sehingga rekomendasi pemupukan N, P, dan K per hektar dibagi
atas : (1) takaran tanpa bahan organik, (2) takaran dengan penggunaan kompos
jerami setara 5 ton jerami segar, dan (3) takaran dengan penggunaan 2 ton pupuk
kandang. Pada Bab B disajikan cara pembuatan kompos dari jerami dan pupuk
kandang.
Bagan Warna Daun (BWD)
Bagan warna daun (BWD) adalah alat
berbentuk persegi empat yang beguna untuk mengetahui status hara N tanaman
padi. Pada alat ini terdapat empat kotak skala warna, mulai dari hijau muda
hingga hijau tua, yang mencerminkan tingkat kehijauan daun tanaman padi.
Sebagai contoh, kalau daun tanaman berwarna hijau muda berarti tanaman kekurangan
hara N sehingga perlu dipupuk. Sebaliknya, jika daun tanaman berwarna hijau tua
atau tingkat kehijauan daun sama dengan warna di kotak skala 4 pada BWD berarti
tanaman sudah memiliki hara N yang cukup sehingga tidak perlu lagi dipupuk.
Hasil penelitian menunjukkan, pemakaian BWD dalam kegiatan pemupukan N dapat
menghemat penggunaan pupuk urea sebanyak 15-20% dari takaran yang umum
digunakan petani tanpa menurunkan hasil.
Penggunaan BWD untuk menentukan waktu
aplikasi pupuk N dapat dilakukan melalui dua cara.
-
Cara atau opsi pertama yaitu
waktu pemupukan ditetapkan lebih dahulu berdasarkan tahap pertumbuhan tanaman
(fixed time), yaitu pada tahap anakan aktif dan tahap pembentukan malai atau
primordia. Nilai baca BWD digunakan untuk mengoreksi takaran pupuk N yang telah
ditetapkan sehingga menjadi lebih tepat sesuai dengan kondisi tanaman.
-
Cara atau opsi kedua yaitu
mulai ketika tanaman 14 HST, secara periodik 7-10 hari sekali dilakukan
pembacaan daun tanaman padi menggunakan BWD sampai diketahui nilai kritis saat
pupuk N harus diaplikasikan (real time). Untuk kondisi Indonesia disarankan
menggunakan fixed time.
Cara Penggunaan BWD (real time)
1.
Sebelum berumur 14 hari
setelah tanam pindah (HST), tanaman padi diberi pupuk dasar N dengan takaran
50-75 kg urea per hektar. Pada saat itu BWD belum diperlukan.
2.
Pengukuran tingkat kehijauan
daun padi dengan BWD dimulai pada saat tanaman berumur 25-28 HST. Pengukuran
dilanjutkan setiap 7-10 hari sekali, sampai tanaman dalam kondisi bunting atau
fase primordia. Cara ini berlaku bagi varietas unggul biasa. Khusus untuk padi
hibrida dan padi tipe baru, pengukuran tingkat kehijauan daun tanaman dilakukan
sampai tanaman sudah berbunga 10%.
3.
Pilih secara acak 10 rumpun
tanaman sehat pada hamparan yang seragam, lalu pilih daun teratas yang telah
membuka penuh pada satu rumpun.
4.
Taruh bagian tengah daun di
atas BWD, lalu bandingkan warna daun tersebut dengan skala warna pada BWD. Jika
warna daun berada di antara dua skala warna di BWD, maka gunakan nilai rata-rata
dari kedua skala tersebut, misalnya 3,5 untuk nilai warna daun yang terletak di
antara skala 3 dengan skala 4 BWD.
5.
Pada saat mengukur daun
tanaman dengan BWD, petugas tidak boleh menghadap sinar matahari, karena dapat
mempengaruhi nilai pengukuran.
6.
Bila memungkinkan, setiap
pengukuran dilakukan pada waktu dan oleh orang yang sama, supaya nilai
pengukuran lebih akurat.
7.
Jika lebih 5 dari 10 daun
yang diamati warnanya dalam batas kritis atau dengan nilai rata-rata kurang
dari 4,0 maka tanaman perlu segera diberi pupuk N dengan takaran :
·
50-75 kg urea per hektar pada
musim hasil rendah (di tempattempat tertentu seperti Subang Jawa Barat, musim
hasil rendah adalah musim kemarau).
·
75-100 kg urea per hektar
pada musim hasil tinggi (di tempattempat tertentu seperti Kuningan Jawa Barat
dan Sragen Jawa Tengah, musim hasil tinggi adalah musim kemarau).
·
100 kg urea per hektar pada
padi hibrida dan padi tipe baru, baik pada musim hasil rendah maupun musim
hasil tinggi.
·
Apabila nilai warna daun padi
hibrida dan padi tipe baru pada saat tanaman dalam kondisi keluar malai dan 10%
berbunga berada pada skala 4 atau kurang, maka tanaman perlu diberi tambahan
pupuk N (bonus) dengan takaran 50 kg urea per hektar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar